Kisah Pemuda dan Pengemis
>> Sabtu, 08 Januari 2011
Suatu ketika tampak seorang pemuda sedang beristirahat di pinggir jalan. Tiba-tiba pemuda itu dikejutkan oleh datangnya seorang pengemis.
Pengemis itu bertanya,
“Sudikah anda memberi kepada saya yang sudah sejak beberapa waktu ini tidak memiliki perut yang tenang?” tanya si pengemis tua itu sambil menengadahkan tangannya yang renta.
Karena merasa iba, pemuda itu memberikan sedikit uang yang dirasa cukup menenangkan perutnya.
“Terima kasih wahai engkau anak muda yang berhati mulia, terimalah batu ini sebagai tanda mata dariku. Mintalah kepadanya maka kau akan mendapatkannya.”
Untuk sesaat pemuda itu tercengang. Keraguan muncul dibenaknya, siapakah pengemis ini? Apakah dia semacam dewa atau malaikat yang turun dari langit untuk menolongnya? Lalu kenapa harus batu? Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tenggelam mengganggu benaknya.
Sambil menghela nafas, pemuda itu berkata,
“Maapkan aku pengemis tua yang baik. Bukan aku tidak berterima kasih. Tapi kalau saja kuterima batu itu, maka sesungguhnya aku akan menjadi seorang pendosa karena menyekutukan-Nya.”
Mendengar jawaban pemuda itu, sambil tersenyum orang tua itu pun hanya menganggukan kepala. Betapa terkejutnya si pemuda ketika sesaat kemudian pengemis itu berubah menjadi sebuah cahaya yang menyilaukan mata.
“Wahai pemuda, aku adalah suruhan-Nya. Apa yang kau minta dengan ijin-Nya akan aku kabulkan.” kata cahaya tersebut.
Dengan terbata-bata, si pemuda mengatakan segala keinginannya. Dan cahaya itu pun menghilang sesaat si pemuda selesai berkata-kata.
Beberapa waktu kemudian, si pemuda kembali didatangi oleh sosok cahaya yang sama.
“Wahai pemuda kenapa kebimbangan dan ketidakpuasan masih menggelayut di benak dan wajahmu?”
“Bagaimana tidak bimbang ketika mengharapkan karunia namun dusta yang kudapat.” balas si pemuda dengan sinis.
“Apa maksudmu? Bukankah setiap permintaanmu sudah dikabulkan? Jangan sombong kau cucu adam-hawa!”
“Dikabulkan? tak salahkah kau? Setiap hal yang kuminta tak pernah kudapat! Apakah kata dikabulkan sudah berubah makna?” jawab si pemuda dengan penuh emosi.
“Tidak ada yang berubah pemuda. Kami berikan segala kesulitan dalam batas kemampuanmu agar kau bisa menjadi lebih kuat. Karena jika tiada hambatan dalam hidupmu maka justru hal itu akan membuatmu pincang dan lemah. Maka dari itu tidak kami berikan ikan melainkan pancing dan pengetahuannya. Agar kau mau berusaha.”
Mendengar kata-kata tersebut, si pemuda pun tersadar. Bahwa selama ini dia telah menjadi mahluk yang manja dan tidak tahu berterimakasih. Dia tidak sadar bahwa dia telah mendapat semua hal yang dibutuhkannya.
From : Tadzkirah
0 komentar:
Posting Komentar